IMAM ABU MANSUR 14M Your SEO optimized title

Pages

 

21/04/12

Pin It

Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga

0 komentar

Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga

Oleh : Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Segala puji hanya bagi Allah, kami memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya, kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri-diri kami dan kejelekan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk.

Aku bersaksi bahwasanya tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwasanya Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah hamba dan Rasul-Nya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ

"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.[Ali ‘Imran: 102]

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

“Wahai manusia! Bertakwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)nya; dan dari keduanya Allah memperkembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan Nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.” [An-Nisaa': 1]

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدً يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَمَن يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki amal-amalmu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh ia menang dengan kemenangan yang besar.” [Al-Ahzaab: 70-71]

Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah (Al-Qur-an) dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam (As-Sunnah). Seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan (dalam agama), setiap yang diada-adakan (dalam agama) adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap kesesatan tempatnya di Neraka.

Amma ba’du:

Kepada saudara-saudaraku seiman dan se’aqidah...

Selayaknyalah kita bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala atas segala nikmat yag Allah karuniakan kepada kita yang semua itu wajib untuk kita syukuri. Nikmat yang Allah berikan kepada kita sangatlah banyaki, tidak dapat dan tidak akan dapat kita hitung. Maka kewajiban seorang Muslim dan Muslimah adalah mensyukuri nikmat-nikmat yang Allah karuniakan kepada kita. Di antaranya adalah nikmat Islam, nikmat iman, nikmat sehat, nikmat rizki, dan lainnya yang Allah berikan kepada kita.

Mensyukuri nikmat-nikmat Allah adalah wajib hukumnya. Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:

وَآتَاكُم مِّن كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ ۚ وَإِن تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا ۗ إِنَّ الْإِنسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ

“Seandainya kamu menghitung nikmat-nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan dapat menghitungnya. Sesungguhnya manusia sangat zhalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” [Ibrahim : 34]

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan bahwa manusia sangat zhalim dan sangat kufur karena mereka tidak mensyukuri nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepada mereka.

Di antara nikmat yang Allah berikan kepada kita adalah nikmat Islam, iman, rizki, harta, umur, waktu luang, dan kesehatan untuk beribadah kepada Allah dengan benar dan untuk menuntut ilmu syar’i.

Manusia diberikan dua kenikmatan, namun banyak di antara mereka yang tertipu. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

نِعْمَتَانِ مَغْبُوْنٌ فِيْهِمَا كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ.

“Dua nikmat yang banyak manusia tertipu dengan keduanya, yaitu nikmat sehat dan waktu luang.”[1]

Banyak di antara manusia yang tidak mengguna-kan waktu sehat dan waktu luangnya dengan sebaik-baiknya. Ia tidak gunakan untuk belajar tentang Islam, tidak ia gunakan untuk menimba ilmu syar’i. Padahal dengan menghadiri majelis taklim yang mengajarkan Al-Quran dan As-Sunnah menurut pemahaman para Shahabat, akan bertambah ilmu, keimanan, dan ketakwaannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Juga dapat menambah amal kebaikannya.

Semoga melalui majelis taklim yang kita kaji dari kitab-kitab para ulama Salaf, Allah memberikan hidayah kepada kita di atas Islam, ditetapkan hati dalam beriman, istiqamah di atas Sunnah, serta diberikan hidayah taufik oleh Allah untuk dapat melaksanakan syari’at Islam secara kaffah (menyeluruh) dan kontinyu hingga kita diwafatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam keadaan mentauhidkan Allah dan melaksanakan Sunnah. Semoga Allah senantiasa memudahkan kita untuk selalu menuntut ilmu syar’i, diberikan kenikmatan atasnya, dan diberikan pemahaman yang benar tentang Islam dan Sunnah menurut pemahaman Salafush Shalih.

Seorang Muslim tidak akan bisa melaksanakan agamanya dengan benar, kecuali dengan belajar Islam yang benar berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah menurut pemahaman Salafush Shalih. Agama Islam adalah agama ilmu dan amal karena Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam diutus dengan membawa ilmu dan amal shalih.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَىٰ وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ ۚ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ شَهِيدًا

“Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi.” [Al-Fat-h: 28]

Yang dimaksud dengan al-hudaa (petunjuk) dalam ayat ini adalah ilmu yang bermanfaat. Dan yang dimaksud dengan diinul haqq (agama yang benar) adalah amal shalih. Allah Ta’ala mengutus Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menjelaskan kebenaran dari kebatilan, menjelaskan Nama-Nama Allah, sifat-sifat-Nya, perbuatan-perbuatan-Nya, hukum-hukum dan berita yang datang dari-Nya, serta memerintahkan untuk melakukan segala apa yang bermanfaat bagi hati, ruh, dan jasad.

Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyuruh ummat-nya agar mengikhlaskan ibadah semata-mata karena Allah Ta’ala, mencintai-Nya, berakhlak yang mulia, beradab dengan adab yang baik dan melakukan amal shalih. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang ummatnya dari perbuatan syirik, amal dan akhlak yang buruk, yang berbahaya bagi hati, badan, dan kehidupan dunia dan akhiratnya. [2]

Cara untuk mendapat hidayah dan mensyukuri nikmat Allah adalah dengan menuntut ilmu syar’i. Menuntut ilmu adalah jalan yang lurus untuk dapat membedakan antara yang haq dan yang bathil, Tauhid dan syirik, Sunnah dan bid’ah, yang ma’ruf dan yang munkar, dan antara yang bermanfaat dan yang membahayakan. Menuntut ilmu akan menambah hidayah serta membawa kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.

Seorang Muslim tidaklah cukup hanya dengan menyatakan keislamannya tanpa berusaha untuk memahami Islam dan mengamalkannya. Pernyataannya harus dibuktikan dengan melaksanakan konsekuensi dari Islam. Karena itulah menuntut ilmu merupakan jalan menuju kebahagiaan yang abadi.

1. Menuntut Ilmu Syar’i Wajib Bagi Setiap Muslim Dan Muslimah

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ.

“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim.”[3]

Imam al-Qurthubi rahimahullaah menjelaskan bahwa hukum menuntut ilmu terbagi dua:

Pertama, hukumnya wajib; seperti menuntut ilmu tentang shalat, zakat, dan puasa. Inilah yang dimaksudkan dalam riwayat yang menyatakan bahwa menuntut ilmu itu (hukumnya) wajib.

Kedua, hukumnya fardhu kifayah; seperti menuntut ilmu tentang pembagian berbagai hak, tentang pelaksanaan hukum hadd (qishas, cambuk, potong tangan dan lainnya), cara mendamaikan orang yang bersengketa, dan semisalnya. Sebab, tidak mungkin semua orang dapat mempelajarinya dan apabila diwajibkan bagi setiap orang tidak akan mungkin semua orang bisa melakukannya, atau bahkan mungkin dapat menghambat jalan hidup mereka. Karenanya, hanya beberapa orang tertentu sajalah yang diberikan kemudahan oleh Allah dengan rahmat dan hikmah-Nya.

Ketahuilah, menuntut ilmu adalah suatu kemuliaan yang sangat besar dan menempati kedudukan tinggi yang tidak sebanding dengan amal apa pun.[4]

2. Menuntut Ilmu Syar’i Memudahkan Jalan Menuju Surga

Setiap Muslim dan Muslimah ingin masuk Surga. Maka, jalan untuk masuk Surga adalah dengan menuntut ilmu syar’i. Sebab Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ، يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا، سَتَرَهُ اللهُ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ، وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا، سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ، وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ، إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ، وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ، وَحَفَّتْهُمُ الْـمَلاَئِكَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ، وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ، لَـمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ.

“Barangsiapa yang melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang mukmin, maka Allah melapangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Barangsiapa memudahkan (urusan) atas orang yang kesulitan (dalam masalah hutang), maka Allah memudahkan atasnya di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutupi (aib) seorang muslim, maka Allah menutupi (aib)nya di dunia dan akhirat. Allah senantiasa menolong hamba selama hamba tersebut senantiasa menolong saudaranya. Barangsiapa yang meniti suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah memudahkan untuknya jalan menuju Surga. Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah (masjid) untuk membaca Kitabullah dan mempelajarinya di antara mereka, melainkan ketenteraman turun atas mereka, rahmat meliputi mereka, Malaikat mengelilingi mereka, dan Allah menyanjung mereka di tengah para Malaikat yang berada di sisi-Nya. Barangsiapa yang lambat amalnya, maka tidak dapat dikejar dengan nasabnya.” [5]

Di dalam hadits ini terdapat janji Allah ‘Azza wa Jalla bahwa bagi orang-orang yang berjalan dalam rangka menuntut ilmu syar’i, maka Allah akan memudahkan jalan baginya menuju Surga.

“Berjalan menuntut ilmu” mempunyai dua makna:
Pertama : Menempuh jalan dengan artian yang sebenarnya, yaitu berjalan kaki menuju majelis-majelis para ulama.

Kedua : Menempuh jalan (cara) yang mengantarkan seseorang untuk mendapatkan ilmu seperti menghafal, belajar (sungguh-sungguh), membaca, menela’ah kitab-kitab (para ulama), menulis, dan berusaha untuk memahami (apa-apa yang dipelajari). Dan cara-cara lain yang dapat mengantarkan seseorang untuk mendapatkan ilmu syar’i.

“Allah akan memudahkan jalannya menuju Surga” mempunyai dua makna. Pertama, Allah akan memudah-kan memasuki Surga bagi orang yang menuntut ilmu yang tujuannya untuk mencari wajah Allah, untuk mendapatkan ilmu, mengambil manfaat dari ilmu syar’i dan mengamalkan konsekuensinya. Kedua, Allah akan memudahkan baginya jalan ke Surga pada hari Kiamat ketika melewati “shirath” dan dimudahkan dari berbagai ketakutan yang ada sebelum dan sesudahnya. Wallaahu a’lam.•

Juga dalam sebuah hadits panjang yang berkaitan tentang ilmu, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَطْلُبُ فِيْهِ عِلْمًا سَلَكَ اللهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْـجَنَّةِ وَإِنَّ الْـمَلاَئِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ وَإِنَّهُ لَيَسْتَغْفِرُ لِلْعَالِـمِ مَنْ فِى السَّمَاءِ وَاْلأَرْضِ حَتَّى الْـحِيْتَانُ فِى الْـمَاءِ وَفَضْلُ الْعَالِـمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ. إِنَّ الْعُلَمَاءَ هُمْ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ لَـمْ يَرِثُوا دِيْنَارًا وَلاَ دِرْهَمًا وَإِنَّمَا وَرَثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ.

“Barangsiapa yang berjalan menuntut ilmu, maka Allah mudahkan jalannya menuju Surga. Sesungguhnya Malaikat akan meletakkan sayapnya untuk orang yang menuntut ilmu karena ridha dengan apa yang mereka lakukan. Dan sesungguhnya seorang yang mengajarkan kebaikan akan dimohonkan ampun oleh makhluk yang ada di langit maupun di bumi hingga ikan yang berada di air. Sesungguhnya keutamaan orang ‘alim atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan atas seluruh bintang. Sesungguhnya para ulama itu pewaris para Nabi. Dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar tidak juga dirham, yang mereka wariskan hanyalah ilmu. Dan barangsiapa yang mengambil ilmu itu, maka sungguh, ia telah mendapatkan bagian yang paling banyak.”[6]

Jika kita melihat para Shahabat radhiyallaahu anhum ajma’in, mereka bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu syar’i. Bahkan para Shahabat wanita juga bersemangat menuntut ilmu. Mereka berkumpul di suatu tempat, lalu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mendatangi mereka untuk menjelaskan tentang Al-Qur-an, menelaskan pula tentang Sunnah-Sunnah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala juga memerintahkan kepada wanita untuk belajar Al-Qur-an dan As-Sunnah di rumah mereka.

Sebagaimana yang Allah Ta’ala firmankan,

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ ۖ وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا وَاذْكُرْنَ مَا يُتْلَىٰ فِي بُيُوتِكُنَّ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ وَالْحِكْمَةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ لَطِيفًا خَبِيرًا

"Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang Jahiliyyah dahulu, dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat, taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai Ahlul Bait, dan membersihkan kamu dengan sebersih-bersihnya. Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan al-Hikmah (Sunnah Nabimu). Sungguh, Allah Mahalembut, Maha Mengetahui.” [Al-Ahzaab: 33-34]

Laki-laki dan wanita diwajibkan menuntut ilmu, yaitu ilmu yang bersumber dari Al-Qur-an dan As-Sunnah karena dengan ilmu yang dipelajari, ia akan dapat mengerjakan amal-amal shalih, yang dengan itu akan mengantarkan mereka ke Surga.

Kewajiban menuntut ilmu ini mencakup seluruh individu Muslim dan Muslimah, baik dia sebagai orang tua, anak, karyawan, dosen, Doktor, Profesor, dan yang lainnya. Yaitu mereka wajib mengetahui ilmu yang berkaitan dengan muamalah mereka dengan Rabb-nya, baik tentang Tauhid, rukun Islam, rukun Iman, akhlak, adab, dan mu’amalah dengan makhluk.

3. Majelis-Majelis Ilmu adalah Taman-Taman Surga

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الْـجَنَّةِ فَارْتَعُوْا، قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا رِيَاضُ الْـجَنَّةِ؟ قَالَ: حِلَقُ الذِّكْرِ.

“Apabila kalian berjalan melewati taman-taman Surga, perbanyaklah berdzikir.” Para Shahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud taman-taman Surga itu?” Beliau menjawab, “Yaitu halaqah-halaqah dzikir (majelis ilmu).” [7]

‘Atha' bin Abi Rabah (wafat th. 114 H) rahimahullaah berkata, “Majelis-majelis dzikir yang dimaksud adalah majelis-majelis halal dan haram, bagaimana harus membeli, menjual, berpuasa, mengerjakan shalat, menikah, cerai, melakukan haji, dan yang sepertinya.” [8]

Ketahuilah bahwa majelis dzikir yang dimaksud adalah majelis ilmu, majelis yang di dalamnya diajarkan tentang tauhid, ‘aqidah yang benar menurut pemahaman Salafush Shalih, ibadah yang sesuai Sunnah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, muamalah, dan lainnya.

Buku yang ada di hadapan pembaca merupakan buku “Panduan Menuntut Ilmu”. Di antara yang penulis jelaskan di dalamnya adalah keutamaan menuntut ilmu, kiat-kiat dalam meraih ilmu syar’i, penghalang-penghalang dalam memperoleh ilmu, adab-adab dalam menuntut ilmu, hal-hal yang harus dijauhkan oleh para penuntut ilmu, perjalanan ulama dalam menuntut ilmu, dan yang lainnya. Penulis jelaskan masalah menuntut ilmu karena masalah ini sangatlah penting. Sebab, seseorang dapat memperoleh petunjuk, dapat memahami dan mengamalkan Islam dengan benar apabila ia belajar dari guru, kitab, dan cara yang benar. Sebaliknya, jika seseorang tidak mau belajar, atau ia belajar dari guru yang tidak mengikuti Sunnah, atau melalui cara belajar dan kitab yang dibacakan tidak benar, maka ia akan menyimpang dari jalan yang benar.

Para ulama terdahulu telah menulis kitab-kitab panduan dalam menuntut ilmu, seperti Imam Ibnu ‘Abdil Barr dengan kitabnya Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlihi, Imam Ibnu Jama’ah dengan kitabnya Tadzkiratus Samii’, begitu pula al-Khatib al-Baghdadi yang telah menulis banyak sekali kitab tentang berbagai macam disiplin ilmu, bahkan pada setiap disiplin ilmu hadits beliau tulis dalam kitab tersendiri. Juga ulama selainnya seperti Imam Ibnul Jauzi, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (dalam Majmuu’ Fataawaa-nya dan kitab-kitab lainnya), Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah (dalam kitabnya Miftaah Daaris Sa’aadah dan kitab-kitab lainnya), dan masih banyak lagi para ulama lainnya hingga zaman sekarang ini, seperti Syaikh bin Baaz, Syaikh al-Albani, dan Syaikh al-‘Utsaimin rahimahumullaah.

Dalam buku ini, penulis berusaha menyusunnya dari berbagai kitab para ulama terdahulu hingga sekarang dengan harapan buku ini menjadi panduan agar memudahkan kaum Muslimin untuk menuntut ilmu, memberikan semangat dalam menuntut ilmu, beradab dan berakhlak serta berperangai mulia yang seharusnya dimiliki oleh setiap penuntut ilmu. Mudah-mudahan buku ini bermanfaat bagi penulis dan para pembaca sekalian, serta bagi kaum Muslimin. Mudah-mudahan amal ini diterima oleh Allah Subhaanahu wa Ta'ala dan menjadi timbangan amal kebaikan penulis pada hari Kiamat. Dan mudah-mudahan dengan kita menuntut ilmu syar’i dan mengamalkannya, Allah ‘Azza wa Jalla akan memudahkan jalan kita untuk memasuki Surga-Nya. Aamiin.

Semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan para Shahabat beliau, serta orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan kebaikan hingga hari Kiamat.

[Disalin dari Muqaddimah buku Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga “Panduan Menuntut Ilmu”, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, PO BOX 264 – Bogor 16001 Jawa Barat – Indonesia, Cetakan Pertama Rabi’uts Tsani 1428H/April 2007M]
________
Footnotes
[1]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 6412), at-Tirmidzi (no. 2304), Ibnu Majah (no. 4170), Ahmad (I/258,344), ad-Darimi (II/297), al-Hakim (IV/306), dan selainnya dari Shahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma.
[2]. Lihat kitab Taisiir Karimir Rahmaan fii Tafsiir Kalaamil Mannaan (hal. 295-296) karya Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di (wafat th. 1376 H) rahimahullaah, cet. Muassasah ar-Risalah, th. 1417 H.
[3]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (no. 224), dari Shahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, lihat Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 3913). Diriwayatkan pula oleh Imam-imam ahli hadits yang lainnya dari beberapa Shahabat seperti ‘Ali, Ibnu ‘Abbas, Ibnu ‘Umar, Ibnu Mas’ud, Abu Sa’id al-Khudri, dan al-Husain bin ‘Ali radhiyallaahu ‘anhum
[4]. Lihat Tafsiir al-Qurthubi (VIII/187), dengan diringkas. Tentang pembagian hukum menuntut ilmu dapat juga dilihat dalam Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlihi (I/56-62) oleh Ibnu ‘Abdil Barr.
[5]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 2699), Ahmad (II/252, 325), Abu Dawud (no. 3643), At-Tirmidzi (no. 2646), Ibnu Majah (no. 225), dan Ibnu Hibban (no. 78-Mawaarid), dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu. Lafazh ini milik Muslim.
• Jaami’ul ‘Uluum wal Hikam (II/297) dan Qawaa’id wa Fawaa-id minal Arba’iin an-Nawawiyyah (hal. 316-317).
[6]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (V/196), Abu Dawud (no. 3641), at-Tirmidzi (no. 2682), Ibnu Majah (no. 223), dan Ibnu Hibban (no. 80 al-Mawaarid), lafazh ini milik Ahmad, dari Shahabat Abu Darda’ radhiyallaahu ‘anhu.
[7]. Hadits hasan: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 3510), Ahmad (III/150) dan lainnya, dari Shahabat Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu. At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan.” Lihat takhrij lengkapnya dalam Silsilah ash-Shahiihah (no. 2562).
[8]. Disebutkan oleh al-Khatib al-Baghdadi dalam al-Faqiih wal Mutafaqqih (no. 40). Lihat kitab al-‘Ilmu Fadhluhu wa Syarafuhu (hal. 132).

Sumber :  http://almanhaj.or.id
Read more...

16/04/12

Pin It

Tata Cara Hubungan Suami Istri di Malam Pertama Menurut Agama Islam

0 komentar

Tata Cara Hubungan Suami Istri di Malam Pertama Menurut Agama Islam



Sebagian dari para pasangan yang baru menikah tidak mengetahui bagaimana memaksimalkan malam pertama mereka. Asal main terjang dan terobos adalah aktivitas utama. Al hasil banyak loyonya ketimbang puasnya. Malam pertama bukan melulu berhubungan badan. Lebih jauh lagi menyatukan emosi dan perasaan antara dua insan. Oleh karena itu hendaknya dilakukan dengan benar. Lantas Bagaimana menggauli istri yang benar? Adab dan tata cara menggauli istri yang benar adalah seperti yang di contohkan oleh Rasulullah SAW.

Islam adalah agama yang lengkap yang mana ajrannya meliputi semua aspek kehidupan tak terkecuali pernikahan. Berbicara pernikahan tak akan lepas dari malam pertama. Malam pengantin bagi pasangan suami istri hendaklah penuh dengan suasana kelembutan, kasih sayang dan kesenangan. Malam yang menghubungkan suami dengan istrinya dengan tali kasih sayang dan cinta dan dapat menghilangkan kecemasan dan ketakutan serta menjadikan istrinya merasa tenang dengannya.

Berikut beberapa adab yang disebutkan didalam warisan kita untuk membentuk kehidupan baru, semoga bermanfaat :

1.Kebenaran niat

Hendaklah niat suami istri untuk menikah adalah untuk menjaga kehormatannya, berdasarkan sabda Rasulullah saw,”Tiga orang yang memiliki hak atas Allah menolong mereka : seorang yang berjihad di jalan Allah, seorang budak (berada didalam perjanjian antara dirinya dengan tuannya) yang menginginkan penunaian dan seorang menikah yang ingin menjaga kehormatannya.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Hakim dari hadits Abu Hurairoh)

2. Berhias dan mempercantik diri.

Hendaknya seorang istri mempercantik dirinya dengan apa-apa yang dibolehkan Allah swt. Pada dasarnya hal ini dibolehkan kecuali terhadap apa-apa yang diharamkan oleh dalil seperti mencabuti alis dan bulu diantara keduanya atau mengeroknya, menyambung rambut dengan rambut lain, mentato, mengikir gigi agar lebih cantik. Diharamkan baginya juga mengenakan pakaian yang diharamkan baik pada malam pengantin maupun di luar malam itu. Diperbolehkan baginya menghiasi dirinya dengan emas dan perak sebagaimana biasa dikenakan kaum wanita.

Begitu juga dengan si suami hendaknya memperhias dirinya untuk istrinya karena hal ini merupakan bagian dari menggaulinya dengan cara yang baik. Firman Allah swt :

yang artinya : “Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya.” (QS. Al Baqoroh : 228)

Namun demikian hendaknya upaya menghias diri ini tetap didalam batasan-batasan yang dibenarkan. Tidak dibolehkan baginya mengenakan cincin emas kecuali perak. Tidak dibolehkan baginya mencukur jenggot, memanjangkan pakaiannya hingga ke tanah, mengenakan sutera kecuali tehadap apa-apa yang dikecualikan syariat.

3. Lemah lembut terhadap istrinya saat menggaulinya

Diriwayatkan oleh Ahmad didalam al Musnad dari Asma binti Yazid bin as Sakan berkata,”Aku pernah merias Aisyah untuk Rasulullah saw lalu aku mendatangi beliau saw dan mengajaknya untuk melihat kecantikan Aisyah. Beliau saw pun mendatanginya dengan membawa segelas susu lalu beliau meminumnya dan memberikannya kepada Aisyah maka Aisyah pun menundukkan kepalanya karena malu. Asma berkata,”Maka aku menegurnya.” Dan aku katakan kepadanya,”Ambillah (minuman itu) dari tangan Nabi saw.” Asma berkata,”Maka Aisyah pun mengambilnya lalu meminumnya sedikit.”

4. Mendoakan istrinya.

Hendaklah suami meletakkan tangannya di kening istrinya dan mengatakan seperti yang disabdakan Rasulullah saw,”Apabila seorang dari kalian menikah dengan seorang wanita atau membeli seorang pembantu maka hendaklah memegang keningnya lalu menyebut nama Allah azza wa jalla dan berdoa memohon keberkahan dengan mengatakan : Allahumma Innii Asaluka Min Khoiriha wa Khoiri Ma Jabaltaha Alaihi. Wa Audzu bika Min Syarri wa Syarri Ma Jabaltaha Alaih—Wahai Allah sesungguhnya aku memohon kepada-Mu kebaikannya dan kebaikan dari apa yang Engkau berikan kepadanya serta Aku berlindung kepada-Mu daripada keburukannya dan keburukan yang Engkau berikan kepadanya..”

5. Melaksanakan shalat dua rakaat

Diriwayatkan Ibnu Syaibah dari Ibnu Masud, dia mengatakan kepada Abi Huraiz,”Perintahkan dia untuk shalat dua rakaat dibelakang (suaminya) dan berdoa,”Allahumma Barik Lii fii Ahlii dan Barik Lahum fii. Allahummajma’ Bainanaa Ma Jama’ta bi Khoirin wa Farriq Bainana idza Farroqta bi Khoirin—Wahai Allah berkahilah aku didalam keluargaku dan berkahilah mereka didalam diriku. Wahai Allah satukanlah kami dengan kebaikan dan pisahkanlah kami jika Engkau menghendaki (kami) berpisah dengan kebaikan pula.”

6. Apa yang dikatakan ketika melakukan jima’ atau saat menggauli istrinya.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Nabi saw bersabda,”Apabila seorang dari kalian mendatangi istrinya maka hendaklah dia berdoa,”Allahumma Jannibna asy Syaithon wa Jannib asy Syaithon Ma Rozaqtana—Wahai Allah jauhilah kami dari setan dan jauhilah setan dari apa-apa yang Engkau rezekikan kepada kami—sesungguhnya Allah Maha Mampu memberikan buat mereka berdua seorang anak yang tidak bisa dicelakai setan selamanya.”

7. Diharamkan baginya menyiarkan hal-hal yang rahasia diantara suami istri

Diriwayatkan oleh Ahmad dari Asma binti Yazid yang saat itu duduk dekat Rasulullah saw bersama dengan kaum laki-laki dan wanita lalu beliau saw bersabda,”Bisa jadi seorang laki-laki menceritakan apa yang dilakukannya dengan istrinya dan bisa jadi seorang istri menceritakan apa yang dilakukannya dengan suaminya.” Maka mereka pun terdiam. Lalu aku bertanya,”Demi Allah wahai Rasulullah sesungguhnya kaum wanita melakukan hal itu begitu juga dengan kaum laki-laki mereka pun melakukannya.” Beliau saw bersabda,”Janganlah kalian melakukannya. Sesungguhnya hal itu bagaikan setan laki-laki berhubungan dengan setan perempuan di jalan lalu (setan laki-laki) menutupi (setan perempuan) sementara orang-orang menyaksikannya.”

8. Berwudhu diantara dua jima’ meskipun mandi adalah lebih utama

Apabila seorang laki-laki menggauli istrinya lalu dia ingin kembali mengulanginya maka yang paling utama baginya adalah berwudhu sehingga dapat mengembalikan tenaganya, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abi Said al Khudriy berkata,”Rasulullah saw bersabda,’Apabila seorang dari kalian menggauli istrinya kemudia dia ingin mengulanginya lagi maka berwudhulah diantara kedua (jima) itu.”

Didalam sebuah riwayat,”Seperti wudhu hendak shalat.” (HR. Muslim) Abu Naim menambahkan,”Sesungguhnya hal itu akan mengembalikan tenagannya.”

Mandi lebih utama, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Daud dari Rafi’ bahwa Nabi saw mengelilingi para istrinya dan mandi ketika (hendak menggauli) istri yang ini dan juga dengan yang istri ini. dia berkata,”Aku bertanya kepadanya,’Wahai Rasulullah apakah tidak cukup hanya dengan sekali mandi?’ beliau saw menjawab,”Ini lebih suci. Lebih wangi dan lebih bersih.”

9. Mandi berduaan

Dibolehkan bagi suami istri untuk mandi secara bersama-sama dalam satu wadah, sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari Aisyah berkata,”Aku mandi bersama Rasulullah saw dari satu wadah antara diriku dengan dirinya. Tangan kami saling bergantian berebutan sehingga aku mengatakan,”tinggalkan (sedikit air) buatku, tinggalkan buatku.” Dia berkata,”Mereka berdua dalam keadaan junub.”

Dari hadits diatas maka diperbolehkan keduanya telanjang dan saling melihat aurat satu dengan yang lainnya.

Didalam hdits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibnu Majah dari Muawiyah bin Haidah berkata,”Aku berkata,’Wahai Rasulullah. Apa yang dibolehkan dan dilarang dari aurat kami?’ beliau menjawab,”Jagalah auratmu kecuali terhadap istri atau budakmu.” Maka dibolehkan bagi salah seorang dari pasangan suami istri untuk melihat seluruh badan pasangannya dan menyentuhnya hingga kemaluannya berdasarkan hadits ini, karena kemaluan adalah tempat kenikmatan maka dibolehkan melihat dan menyentuhnya seperti bagian tubuh lainnya.

10. Bersenda gurau dengan istri

Dibolehkan bersenda gurau dan bermain-main dengan istrinya di tempat tidur, sebagaimana sabdanya saw,”… Mengapa bukan dengan gadis maka engkau bisa bermain-main dengannya dan dia bisa bermain-main denganmu.” (HR. Bukhori dan Muslim) dan didalam riwayat Muslim,”Engkau bisa bahagia dengannya dan dia bisa bahagia denganmu.”

Diantara senda gurau dan mempergaulinya dengan baik adalah ciuman suami walaupun bukan untuk jima’. Rasulullah saw mencium dan menyentuh istri-istrinya meskipun mereka dalam keadaan haidh atau beliau mencium dan menyentuhnya meski beliau sedang dalam keadaan puasa.

Sebagaimana terdapat didalam ash Shahihain dan lainnya dari Aisyah dan Maimunah bahkan juga diriwyatkan oleh Ahmad dan Abu Daud dari Aisyah berkata,”Nabi saw mencium sebagian istri-istrinya kemudian beliau keluar menuju shalat dan tidak berwudhu lagi.” Ini sebagai dalil bahwa mencium istri tidaklah membatalkan wudhu.

11. Dibolehkan ‘Azl

Dibolehkan bagi seorang suami untuk melakukan ‘azl yaitu mengeluarkan air maninya di luar kemaluan istrinya, sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari Jabir bin Abdullah berkata,”Kami melakukan ‘azl sementara al Qur’an masih turun.” Didalam sebuah riwayat,”Kami melakukan ‘azl pada masa Rasulullah saw dan hal ini sampai kepada Nabi saw dan beliau saw tidaklah melarangnya.”

Meskipun demikian yang paling utama adalah meninggalkan ‘azl karena hal itu dapat mengurangi kenikmatan baginya dan bagi istrinya dan karena hal itu juga dapat menghilangkan tujuan dari pernikahan yaitu memperbanyak keturunan umat ini, berdasarkan sabda Rasulullah saw,”Nikahilah oleh kalian (wanita-wanita) yang dapat mendatangkan anak lagi mendatangkan kasih sayang. Sesungguhnya aku akan membanggakan banyaknya (jumlah) kalian dihadapan semua umat pada hari kiamat.”

Akan tetapi tidak diperbolehkan bagi seorang muslim melakukan ‘azl selamanya karena dapat membatasi dan mencegah keturunan…..

12. Mengunjungi kerabat pada pagi harinya

Dianjurkan baginya pada pagi harinya untuk mengunjungi kaum kerabatnya yang telah memenuhi undangannya.. berdasarkan hadits Anas berkata,”Rasulullah saw mengadakan pesta saat menikah dengan Zainab. Kaum muslimin dikenyangkan dengan roti dan daging. Kemudian beliau saw keluar menemui ibu-ibu kaum mukminin (istri-istrinya saw) dan mengucapkan salam kepada mereka, mendoakan mereka dan mereka pun menyambut salamnya dan mendoakannya, beliau lakukan itu pada pagi hari setelah malam pengantinnya.

Sumber : http://nalayeghie.wordpress.com/2010/05/29/tata-cara-hubungan-suami-istri-di-malam-pertama-menurut-agama-islam/
Read more...

13/04/12

Pin It

IKHTISAR

0 komentar
IKHTISAR
IMAM ABU MANSUR NIM : 07.01.0087
Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam Pembelajaran dan Hubungannya dengan Motivasi Belajar siswa pada  Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di Smk Pui Jatibarang Kabupaten Indramayu.

Dari hasil pengamatan yang dilakukan di SMK PUI Jatibarang Kecamatan Jatibarang Kabupaten Indramayu, menunjukan bahwa siswa sangat memperhatikan terhadap tingkah laku guru terutama dalam menilai suatu materi pelajaran. Misalnya dalam hal bentuk tes tata cara pelaksanaan tes, cara penilaian sampai dengan nilai akhir yang telah dinyatakan dalam bentuk bilangan. Tingkah laku guru khususnya pada mata pelajaran PAI kadang-kadang kurang melaksanakan aturan penilaian. Misalnya guru hanya mengumumkan nilai tanpa disertai lembar jawaban siswa, pengawasan kurang tepat. Hal itu menimbulkan prasangka siswa bahwa guru pilih kasih. Oleh karena itu siswa malas belajar mungkin hal itu merupakan penyebab hasil belajar PAI rendah.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan peranan guru PAI dalam memotivasi belajar siswa, dan hubungan antara peranan guru PAI dengan motivasi belajar siswa di SMK PUI Jatibarang Kecamatan Jatibarang Kabupaten Indramayu.
Penilaian ini bertolak dari guru yang bertindak sebagai guru PAI merupakan fasilitator dalam prose belajar di sekolah dan berperan sebagai motivator siswa dalam belajar agar tercapai tujuan. Oleh karena itu peran gur PAI  dalam memotivasi belajar sangat penting pada proses belajar-mengajar di sekolah. Dan tentunya guru PAI di harapkan memilikki kesadaran dalam mengembangkan potensi individu siswa.
Langkah-langkah penelitian yang dilakukan adalah : penentuan populasi dan sampel, sumber data, pengumpulan data (observasi, wawancara, studi dokumentasi), kemudian data yang terkumpul dianalisia.
Kesimpulan penelitian ini adalah peranan guru Pendidikan Agama Islam di SMK PUI Jatibarang Kecamatan Jatibarang Kabupaten Indramayu, dalam proses belajar-mengajar adalah :1) Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam Pembelajaran  di SMK PUI Jatibarang Kecamatan Jatibarang Kabupaten Indramayu adalah sebesar 60,07%. Angka ini berada diantara 60%-70% yang berkatagorikan cukup. 2)motivasi belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dalam Pembelajaran  di SMK PUI Jatibarang Kecamatan Jatibarang Kabupaten Indramayu adalah sebesar 52,91%. Angka ini berada diantara 50%-60% yang berkatagorikan cukup.
3)Hubungan antara peran guru terhadap motivasi belajar siswa di SMK PUI Jatibarang Kecamatan Jatibarang Kabupaten Indramayu, berada pada tingkat hubungan yang rendah, karena angka indeks korelasi product moment r_xy =  0,46 terletak pada rentang 0,400 -0,600 dengan nilai agak rendah.
Read more...
Pin It

KATA PENGANTAR

0 komentar
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT. shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW. Kepada keluarganya dan para sahabatnya serta semua pengikutnya sampai akhir zaman.
Hanya dengan limpahan rahmat dan pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan proposalskripsi dengan judul: “Peran Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Pembelajaran Dan Hubungannya Dengan Motivasi Belajar Siswa Pada  Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Di Smk Pui Jatibarang Kabupaten Indramayu”..Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam Program Studi Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Cirebon. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan bimbingan, fasilitas dan kesempatan yang didapat selama ini. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :
1.    Bapak Dr. H. Mukhlisin Muzarie, M.Ag,  Ketua STAI Cirebon.
2.    Ibu Dra.Hj. Popon Kuraesin, MA,  Ketua Jurusan Tarbiyah STAI Cirebon.
3.    Bapak Prof. Dr. H. Jamali Sahrodji, MA,  pembimbing I Skripsi ini.
4.    Bapak Dr. Aan Jaelani, M.Ag,  Pembimbing II Skripsi ini.
5.    Bapak Drs. H. M. Rawi, M.Si, Kepala SMK PUI Jatibarang Kecamatan Jatibarang Kabupaten Indramayu.
6.    Semua pihak yang telah ikut membantu penulisan dalam melancarkan kegiatan penelitian ini.
Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik berupa moril maupun materil. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang membantu dalam  penyelesaian penyusunan Skripsi ini.
Menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna dan banyak kekurangan, untuk itu dengan kerendahan hati mohon kritik dan saran yang membangun guna perbaikan dan kesempurnaan dimasa yang akan datang.
Akhir kata, penulis berharap mudah-mudahan skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis umumnya bagi semua pembaca. Amiin.


Cirebon,     Januari 2012

     Penulis,
   


Read more...
Pin It

COVER SKRIPSI IMAM ABU MANSUR

0 komentar
PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PEMBELAJARAN 
DAN HUBUNGANNYA DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA
PADA  MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMK PUI JATIBARANG KABUPATEN INDRAMAYU


SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
pada Program Study pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah




Disusun oleh:
IMAM ABU MANSUR
NIM: 07.01.0087



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
CIREBON 
2011/2012
Read more...